Download Movie Zirah Gendari
Hati Duryodhan ketar-ketir. Ia mondar-mandir di ruangannya. Mahkota emasnya tergeletak begitu saja; sedikit penyok, korban pelampiasan rasa gundah sang Maharaja. Esok hari, kala fajar menyingsing, Kurusetra akan menjadi saksi duel mautnya dengan putra kedua Pandhu: Bheema.
Jikalau hanya Yudistir, Arjun, Nakul juga Shadev yang akan menjadi lawannya, ia takkan segelisah ini. Tapi ini Bheem, yang sedari lahir pun sudah dianugerahi kekuatan lebih oleh para Dewata. Bheem, dengan Pancanaka-nya yang mampu menyayat lempengan tebal sebuah baja. Bheem, dengan Rujakpala-nya yang kuasa melebur-lumatkan Himalaya.
Meskipun mereka berdua mempunyai guru yang sama: Balaraam atau Baladewa, tapi sejak dulu Bheema-lah yang selalu unggul dalam adu tanding. Kekuatannya setara dengan tujuhpuluh ekor gajah, berkat ramuan si Antaboga. Hari esok, hari kedelapanbelas dari Bharatayuda, Duryodhan takut perlaya.
***
Gendari duduk bersimpuh di ruangannya. Ia juga
merasakan kegelisahan yang dirasakan oleh putra sulungnya.
Meskipun wanita itu sadar sesadar-sadarnya, bahwa Duryodhan adalah sumber angkaramurka, Duryodhan adalah seorang raja lalim yang gemar bertindak sesukanya dan menjadi momok menakutkan bagi para rakyat Hastinapura sendiri, namun ia tetaplah darah dagingnya, yang ia timang-sayang sebagaimana sembilanpuluhsembilan putranya yang lain.
Gendari tak ingin kehilangannya. Ia meraba kain penutup matanya; bukti cinta pada Destarasta, suaminya. Ia punya rencana, rencana untuk menyelamatkan Duryodhan.
***
Tengah malam itu, seseorang terlihat mengendap-endap di antara tenda-tenda istana. Ia adalah Duryodhan. Beberapa saat yang lalu, ia dikejutkan Ibundanya yang meminta dirinya untuk sowan. Dan yang membuatnya sempat berpikir "Wanita tua itu mulai sinting" dan membuatnya datang sembunyi-sembunyi adalah; beliau mengharuskannya sowan tanpa sehelai benang pun. Memalukan!
Beberapa jengkal sebelum sampai di tenda Gendari, Duryodhan menangkap sebuah bayangan yang melintas. Buru-buru ia bersembunyi meringkuk di tenda terdekat. Terlambat. Sosok tersebut ternyata sudah terlebih dulu melihatnya. Mungkin, jika seorang yang melintas tersebut hanyalah prajurit jaga yang sedang patroli, mungkin ia akan luput dari penglihatan mereka. Tapi itu adalah Kresna. Titisan Wisnu itu terkikik-kikik melihat kondisi keponakan nakalnya tersebut.
Terjadilah percakapan singkat antara mereka. Mau tak mau, Duryodhan terpaksa berkata yang sebenarnya. Ia menceritakan amanat Ibundanya barusan meski ia ragu, Kresna akan mempercayainya.
Dengan masih tersenyum geli, Kresna menyilahkan Duryodhan melanjutkan niatnya, tentu saja setelah memberi sedikit saran untuk setidaknya menutupi "anu"nya sebelum memasuki tenda sang Ratu.
***
Di dalam tenda, Duryodhan mendapati sebuah peristiwa langka yang baru ia lihat sekali ini seumur hidupnya. Ibundanya murka. Gendari berang tak alang-kepalang, setelah mengingkar sumpah dengan membuka penutup matanya, ia merasa dikhianati. Disepelekan. Tak dihargai oleh putra sulungnya tersebut. Padahal ia sudah wanti-wanti padanya untuk tak menyisakan sehelai benang pun di tubuhnya. Tapi ... secarik kain menggantung di selangkangan Duryodhana.
***
Bheema menyumpah-serapah. Semua orang takkan heran mendengar kata-kata kasar berlompatan dari mulut ksatria itu. Malahan, akan sangat aneh jika putra Bayu tersebut berkata halus. Tapi kali ini, Bheema benar-benar kesal. Sabetan kukunya tepat mengenai kulit Duryodhan, tapi tak setitik pun darah terpercik. Ayunan gadanya juga keras menghantam tubuh musuh, tapi Duryodhan malah terbahak jumawa seolah pukulan gada Bheema tak ia rasa. Para Pandawa pun murka, jikalau tidak menyalahi peraturan ksatria, Pasopati Arjuna pastilah sudah melesat dari gendewanya.
Sementara bala Korawa yang tinggal sedikit dan hampir padam nyalinya, kini bersorak gempita melihat junjungannya terlihat unggul. Balaraam pun terlihat tersenyum bangga melihat murid kinasihnya itu berhasil membuat Bheema hampir putus asa. Ia pikir, ialah yang telah mengajarkan ilmu-ilmunya pada Duryodhan dengan sempurna. Tak ada yang bisa melihat zirah Gendari yang Duryodhana kenakan saat ini.
Namun ada yang aneh di kerumunan Pandawa yang luput dari perhatian siapa pun, kecuali Bheema: Kresna tengah bergerak-gerak aneh seperti menarikan sebuah tarian gila. Ia mengangkat-angkat kakinya, menggoyang-goyangkan pinggulnya, mengangguk-anggukkan kepalanya, menunjuk-nunjuk pangkal pahanya....
Seketika, Bheema teringat Dropadi. Teringat pelecehan seksual yang didapatkan istrinya dari Duryodhan. Teringat jerit pilu putri Pancala itu saat si bangsat yang terbahak di depannya kini, melolosi kain kain yang dikenakannya, dulu. Lalu Bheema teringat sumpahnya.
Dengan segenap tenaga yang ia miliki, ia ayunkan Rujakpala-nya ke selangkangan laknat Duryodhan.
Dan, Bharatayuda pun usai.
Jikalau hanya Yudistir, Arjun, Nakul juga Shadev yang akan menjadi lawannya, ia takkan segelisah ini. Tapi ini Bheem, yang sedari lahir pun sudah dianugerahi kekuatan lebih oleh para Dewata. Bheem, dengan Pancanaka-nya yang mampu menyayat lempengan tebal sebuah baja. Bheem, dengan Rujakpala-nya yang kuasa melebur-lumatkan Himalaya.
Meskipun mereka berdua mempunyai guru yang sama: Balaraam atau Baladewa, tapi sejak dulu Bheema-lah yang selalu unggul dalam adu tanding. Kekuatannya setara dengan tujuhpuluh ekor gajah, berkat ramuan si Antaboga. Hari esok, hari kedelapanbelas dari Bharatayuda, Duryodhan takut perlaya.
***
Gendari duduk bersimpuh di ruangannya. Ia juga
merasakan kegelisahan yang dirasakan oleh putra sulungnya.
Meskipun wanita itu sadar sesadar-sadarnya, bahwa Duryodhan adalah sumber angkaramurka, Duryodhan adalah seorang raja lalim yang gemar bertindak sesukanya dan menjadi momok menakutkan bagi para rakyat Hastinapura sendiri, namun ia tetaplah darah dagingnya, yang ia timang-sayang sebagaimana sembilanpuluhsembilan putranya yang lain.
Gendari tak ingin kehilangannya. Ia meraba kain penutup matanya; bukti cinta pada Destarasta, suaminya. Ia punya rencana, rencana untuk menyelamatkan Duryodhan.
***
Tengah malam itu, seseorang terlihat mengendap-endap di antara tenda-tenda istana. Ia adalah Duryodhan. Beberapa saat yang lalu, ia dikejutkan Ibundanya yang meminta dirinya untuk sowan. Dan yang membuatnya sempat berpikir "Wanita tua itu mulai sinting" dan membuatnya datang sembunyi-sembunyi adalah; beliau mengharuskannya sowan tanpa sehelai benang pun. Memalukan!
Beberapa jengkal sebelum sampai di tenda Gendari, Duryodhan menangkap sebuah bayangan yang melintas. Buru-buru ia bersembunyi meringkuk di tenda terdekat. Terlambat. Sosok tersebut ternyata sudah terlebih dulu melihatnya. Mungkin, jika seorang yang melintas tersebut hanyalah prajurit jaga yang sedang patroli, mungkin ia akan luput dari penglihatan mereka. Tapi itu adalah Kresna. Titisan Wisnu itu terkikik-kikik melihat kondisi keponakan nakalnya tersebut.
Terjadilah percakapan singkat antara mereka. Mau tak mau, Duryodhan terpaksa berkata yang sebenarnya. Ia menceritakan amanat Ibundanya barusan meski ia ragu, Kresna akan mempercayainya.
Dengan masih tersenyum geli, Kresna menyilahkan Duryodhan melanjutkan niatnya, tentu saja setelah memberi sedikit saran untuk setidaknya menutupi "anu"nya sebelum memasuki tenda sang Ratu.
***
Di dalam tenda, Duryodhan mendapati sebuah peristiwa langka yang baru ia lihat sekali ini seumur hidupnya. Ibundanya murka. Gendari berang tak alang-kepalang, setelah mengingkar sumpah dengan membuka penutup matanya, ia merasa dikhianati. Disepelekan. Tak dihargai oleh putra sulungnya tersebut. Padahal ia sudah wanti-wanti padanya untuk tak menyisakan sehelai benang pun di tubuhnya. Tapi ... secarik kain menggantung di selangkangan Duryodhana.
***
Bheema menyumpah-serapah. Semua orang takkan heran mendengar kata-kata kasar berlompatan dari mulut ksatria itu. Malahan, akan sangat aneh jika putra Bayu tersebut berkata halus. Tapi kali ini, Bheema benar-benar kesal. Sabetan kukunya tepat mengenai kulit Duryodhan, tapi tak setitik pun darah terpercik. Ayunan gadanya juga keras menghantam tubuh musuh, tapi Duryodhan malah terbahak jumawa seolah pukulan gada Bheema tak ia rasa. Para Pandawa pun murka, jikalau tidak menyalahi peraturan ksatria, Pasopati Arjuna pastilah sudah melesat dari gendewanya.
Sementara bala Korawa yang tinggal sedikit dan hampir padam nyalinya, kini bersorak gempita melihat junjungannya terlihat unggul. Balaraam pun terlihat tersenyum bangga melihat murid kinasihnya itu berhasil membuat Bheema hampir putus asa. Ia pikir, ialah yang telah mengajarkan ilmu-ilmunya pada Duryodhan dengan sempurna. Tak ada yang bisa melihat zirah Gendari yang Duryodhana kenakan saat ini.
Namun ada yang aneh di kerumunan Pandawa yang luput dari perhatian siapa pun, kecuali Bheema: Kresna tengah bergerak-gerak aneh seperti menarikan sebuah tarian gila. Ia mengangkat-angkat kakinya, menggoyang-goyangkan pinggulnya, mengangguk-anggukkan kepalanya, menunjuk-nunjuk pangkal pahanya....
Seketika, Bheema teringat Dropadi. Teringat pelecehan seksual yang didapatkan istrinya dari Duryodhan. Teringat jerit pilu putri Pancala itu saat si bangsat yang terbahak di depannya kini, melolosi kain kain yang dikenakannya, dulu. Lalu Bheema teringat sumpahnya.
Dengan segenap tenaga yang ia miliki, ia ayunkan Rujakpala-nya ke selangkangan laknat Duryodhan.
Dan, Bharatayuda pun usai.
0 Response to "Download Movie Zirah Gendari"
Post a Comment